SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA
L. Fathiyah Hadi

AL ANWAARU MATHAYA ALQULUUBI WA AL ASRAAR


Nur (cahaya-cahaya)iman, keyakinan dan dzikir itu semua sebagai kendaraan yang dapat mengantarkan hati manusia kehadirat ALLAH SWT serta menerima segala rahasia dariNYA

Senin, 28 Maret 2011

MEMULYAKAN DAN MENGHORMATI GURU,...Haruskah???

slam sangat menganjurkan agar umatnya menghormati para ulama dan guru-guru mereka.

Dalam kitab Ta’lim Muta’allim dijelaskan bagaimana cara menghormati guru, di antaranya; tidak boleh berjalan di depan gurunya, tidak duduk di tempat yang diduduki gurunya, bila dihadapan gurunya tidak memulai pembicaraan kecuali atas izinnya. Murid mestilah mendapatkan ridha dari gurunya.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam (SAW) bersabda:

“Pelajarilah ilmu, pelajarilah ilmu dengan ketenangan dan sikap hormat serta tawadhu’lah kepada orang yang mengajarimu.”

Ilmu tidak akan dapat diperoleh secara sempurna kecuali dengan diiringi sifat tawadhu’ murid terhadap gurunya, karena keridhaan guru terhadap murid akan membantu proses penyerapan ilmu, tawadhu’ murid terhadap guru merupakan cermin ketinggian sifat mulia si murid.

Sikap tunduk murid kepada guru justru merupakan kemuliaan dan kehormatan baginya. Perilaku para sahabat, yang memperoleh tarbiyah langsung dari Rasulullah SAW patut dijadikan contoh.

Ibnu Abbas, sahabat mulia yang amat dekat dengan Rasulullah mempersilahkan Zain Bin Tsabit, untuk naik di atas kendaraannya, sedangkan ia sendiri yang menuntunnya.
“Beginilah kami diperintahkan untuk memperlakukan ulama kami”, ucap Ibnu Abbas. Zaid Bin Tsabit sendiri mencium tangan Ibnu Abbas. “Beginilah kami diperintahkan untuk memperlakukan ahli bait Rasulullah,” balas Zaid.

Orang-orang terdahulu sangat hormat terhadap ulama mereka. Terhadap Said bin Musayyab, faqih tabi’in, orang-orang tidak akan bertanya sesuatu kepadanya kecuali meminta izin terlebih dahulu, seperti layaknya seseorang yang sedang berhadapan dengan khalifah.

Sifat ini juga diikuti oleh para ulama. Imam Abu Hanifah sebagai contoh sangat menghormati gurunya. Beliau pernah berkata: “Aku tidak pernah shalat setelah guruku, Hammad, wafat, kecuali aku memintakan ampun untuknya dan untuk orang tuaku”.

Perbuatan ini diikuti juga oleh Abu Yusuf. Murid Abu Hanifah, ia selalu mendoakan Abu Hanifah sebelum mendoakan kedua orang tuanya sendiri.

Pengormatan Imam As Syaf’i kepada guru beliau Imam Malik, juga merupakan pelajaran. Imam Syafi’I pernah berkata: “Di hadapan Malik aku membuka lembaran-lembaran dengan sangat hati-hati, agar jatuhnya lembaran kertas itu tidak terdengar”. Rabi’, murid Imam As Syafi’i juga tidak ingin gurunya itu melihatnya ketika sedang minum,

Abdullah, putra dari Imam Ahmad bertanya kepada ayahnya. “Syafi’i itu seperti apa orangnya, hingga aku melihat ayah banyak mendoakannya?”. “Wahai anakku, Syafi’i seperti matahai bagi dunia..”, jawab Ahmad bin Hanbal. Sebagaimana disebutkan beberapa riwayat, bahwa selama tiga puluh tahun Imam Ahmad mendoakan dan memintakan ampunan untuk guru beliau Imam As Syafi’i.

Dengan guru beliau yang lain pun demikian. Imam Ahmad pernah berguru juga kepada Husyaim bin Bashir Al Wasithi selama lima tahun. ”Aku tidak pernah bertanya kepadanya, kecuali dua masalah saja karena rasa hormat.”

Sikap hormat dan tawadhu’mereka kapada para guru amat tinggi, bahkan dalam berdoa sendiri mereka mendahulukan para guru, baru kemudian orang tua. Kenapa dimikian?

Imam Al Ghazali menjelaskannya dalam Al Ihya’ (1/55). ”Hak para guru lebih besar daripada hak orang tua. Orang tua merupakan sebab kehadiran manusia di dunia fana, sedangkan guru bermanfaat bagi manusia untuk mengarungi kehidupan kekal. Kalaulah bukan karena jeri payah guru, maka usaha orang tua akan sia-sia dan tidak bermanfaat. Karena para guru yang memberikan manusia bekal menuju kehidupan akhirat yang kekal”.

Ketika ini, adab yang dicontohkan oleh para ulama tadi hampir pupus karena terkikis oleh kebodohan, sehingga tidaklah heran jika ada pencari Ilmu yang mencela gurunya sendiri, dikarenakan berbeda pendapat dalam masalah furu’. Sejauh apapun perbedaan kita, guru tetaplah guru. Nah, mudah-mudahan kita tidak termasuk dari golongan yang seperti ini.
Selengkapnya...

ALIF DALAM HIJAIYAH PERJALANAN USTADZAH HALIMAH ALAYDRUS

Lelaki tua itu kutemu dalam jejak langkah takdirku menelusuri masa,
di tahun-tahun pertama pesantrenku di bagian timur daerah jawa.
Kakak lelakiku yang entah dengar tentang dia dari siapa membawaku menemuinya
di sebuah rumah tua yang tak kuingat benar di mana tepatnya ia berada.

"Dia itu seorang wali" Kata kakakku di perjalanan menuju rumah itu

"Wali itu apa, kak?" Tanyaku tak mengerti

"Orang yang punya keramat, begitulah.." Jawabnya singkat saja

"Keramat itu apa, kak?" Tanyaku masih tak mengerti

"Bisa melakukan yang orang biasa tidak bisa melakukannya"

"Seperti apa, kak?" Tanyaku lagi

"Seperti mengetahui masa depan seseorang"

"Kayak dukun ya, kak?" Kataku sok mengerti

"Bukan, bukan dukun... Kalau dukun itu dibantu jin atau syetan. Kalau wali itu diberi kelebihan oleh Allah"

"Owh..." Aku berusaha mengerti.

"Tapi dari mana kita tahu kalau kelebihannya itu dari Allah dan bukan dibantu jin atau syetan, kak?" Tanyaku lagi

"Hmmm.. Ya... Aku juga tidak tahu.." Jawabnya mulai bingung

"Setidaknya begitu yang aku dengar dari banyak orang, dia itu wali yang zuhud!"

"Zuhud itu apa kak?" Tanyaku lagi

"Orang yang menolak dunia, begitulah" Jawabnya yang sepertinya juga tak cukup mengerti.

Kabarnya dulu dia pernah dihadiahi bupati uang satu koper penuh karena menyembuhkan anak gadisnya dari penyakit gila. Namun uang sekoper tersebut hangus jadi abu karena dia menyulutkan pemantik api dihadapan si bupati. Seraya berkata:

"Uang rakyat yang kau pakai untuk kepentinganmu sendiri hanya akan membawamu kepada api".

"Sejak itu orang-orang bilang bahwa dia itu wali yang zuhud"

"Oowh.. Seperti wali-wali songo zaman dulu itu ya, kak? Yang menyebarkan agama islam dan menolak upeti-upeti dari penguasa?"

Kakakku mengangguk.

"Dan dia aneh.." Tambahnya lagi

Giliran aku kini yang mengangguk. Bukan karena aku mengerti keanehannya tapi setidaknya itu adalah kata yang aku tahu benar artinya. Dan juga kudapati kebenarannya ketika aku sudah berada di rumah bertembok bambu itu.

Seorang lelaki tua yang aneh..

Tepat seperti itu aku menilainya sebab dia berbaju bahkan memakai jas tapi bawahnya bersarung lusuh, berpeci putih bersih tapi rambutnya terlihat kelabu dan awut-awutan panjang sebahu, dan sepertinya dia tak pernah mengenakan sandal hingga kakinya kulihat sangat berdebu.

Kakakku mengajaknya bicara entah apa, aku tak mendengarkannya sebab aku sibuk sendiri dengan pemikiran dan penilaian-penilaianku tentang dirinya. Aku pandangi lelaki itu dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Sebuah perpaduan yang aneh untuk penampilan seorang kyai.

Kyai??

Ya, begitulah..

Meski tak tepat betul penyebutannya sebagai seorang kyai, sebab orang seaneh itu tak bisa kubayangkan memiliki santri, tapi kakakku memanggilnya begitu, dan aku tanpa berani protes mengikuti jejaknya.

Lalu tiba-tiba

"K a m u.....!!!!" Ujar lelaki tua itu memanggilku sambil matanya menatapku sungguh-sungguh. Membuyarkan pikiranku serta semua lamunan dan membuatku terjebak antara takut dan bingung.

"Kamu suka belajar agama islam, ya?" Tanyanya.

Aku mengangguk.

Lantas gantian dia yang kini menatapku dari atas kerudung sampai ujung kakiku. Membuatku jadi salah tingkah dan serba salah.

Lantas dia berkata tanpa kutanya,
"Kamu akan belajar agama islam dari orang nomor satu di dunia"
Sementara pandangan matanya terus menghujam tepat di mataku serasa menusuk hingga ke jantungku.

Aku ketakutan tapi juga bahagia.

Aku ngeri tapi juga senang luar biasa.

Belajar islam dari orang nomor satu di dunia? Wow.. Hebat sekali kedengarannya. Meski sebelumnya tak yakin dengan kebenaran apa yang diceritakan tentangnya tapi apa yang diucapkannya ingin kupercaya.

Belajar agama islam, ya aku sangat menginginkannya.
Dari orang nomor satu di dunia? Wow hebat sekali! Siapa ya? Tapi memangnya ada orang nomor satu di dunia? Dimana dia berada? Di negeri arab barangkali ya? Setidaknya islam kan bermula dari sana.. Berarti kelak aku akan pergi ke negeri arab? Dan aku juga akan bisa bahasa arab?

Dan pikiran kecilku kala itu segera sibuk sendiri. Sampai langkah-langkah kakiku menjauh dari rumah itu pun aku masih saja memikirkan ucapannya.

Dan sejak hari itu aku menunggu..
Menunggu sesuatu dalam hidupku...
Sesuatu yang aku mau..
Belajar dari orang nomor satu..
Hingga disinilah aku..
Tujuh tahun berselang dari waktu itu...

===============BERSAMBUNG====================== Selengkapnya...

Selasa, 15 Maret 2011

GURU BESAR NAN MULIYA ZAMAN INI

Allohumma Sholli wa Sallim 'alaa Sayyidina Muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbih


Ya Allah...
biarkanlah kami memandang puas wajah-wajah kekasihMU saat kami tami tak bisa mencium ta'dzim tangannya..
tancapkanlah selalu di hati kami kecintaan dan kerinduan kepada guru2 kami,
agar kami bisa sampai kepadaMU lantaran mereka,
karena kami tau,
kami tak kan pernah sampai kepadaMU ya Rabb tanpa bimbingan ilmu mereka...

ya Hafidz,
jagalah hati kami dari segala lintasan-lintasan hati yang buruk terhadap guru2 kami,
agar keberkahan ilmunya selalu bisa menyelimuti hidup kami, saat kami butuh kehangatan dalam menghadapi derasnya kehancuran aqidah yang mengguyur zaman ini... Selengkapnya...